Geng Motor Kota Medan: Sebuah Aksi atau Reaksi?

"Akhir pekan menjadi hari yang sangat tak aman bagi warga Medan sekarang ini. Bagaimana tidak, saban akhir pekan, ada saja ulah geng motor yang mengacaukan kenyamanan dan keamanan warga. Minggu (5/2/2012) tadi malam, geng motor menyerang restoran cepat saji di Titi Kuning, Jalan AH Nasution, Medan. Serangan tiba-tiba ini keruan saja membuat panik seluruh pengunjung restoran. Puluhan pengendara sepeda motor itu datang dan langsung melempari kaca restoran. Mereka masuk ke dalam restoran dan lalu merusak meja-meja. Seorang pengunjung juga menjadi korban perampasan. Tas laptop berisi buku miliknya dilarikan para penyerang."
(www.medantalk.com; 6 Pebruari 2012; Judul: Minggu Malam, Geng Motor Beraksi Lagi).
"Puluhan geng motor kembali terlibat bentrok dengan warga di Jalan Turi, Kelurahan Teladan Timur, Medan Kota, Sumatera Utara, Kamis malam, 31 Mei 2012. Satu unit mobil menjadi sasaran amukan anggota geng yang bersenjata itu. Kejadian bermula ketika enam anggota geng membuat keonaran di Jalan Turi dengan mengegas sepeda motornya di depan warga, pada pukul 22.00. Tidak senang dengan perlakuan ini, warga menegur. Tidak terima, akhirnya terjadi perkelahian."
(www.nasional.news.viva.co.id; 1 Juni 2012; Judul: Geng Motor Brutal Serang Warga di Medan).
"Sekelompok geng motor melakukan pengeroyokan terhadap dua orang karyawan PT. INFOMEDIA NUSANTARA Medan di Jl. Pancing simpang kampus Unimed, Medan pada hari Selasa pukul 02.00 dini hari ( 05/06/2012). Tidak ada saksi yang melihat kejadian ini."(www.kompasiana.com; 6 Juni 2012; Judul: Geng Motor Kembali Beraksi di Medan).
"Geng motor kembali berulah di Kota Medan, Sabtu (11/8/2012) sekitar pukul 23.30 WIB, persisnya di Jalan Mongonsidi, Medan. Kali ini, mobil Toyota Fortuner  yang menjadi sasarannya, mobil mewah bernopol  BK 1759 JZ milik Apriyani (30) warga Jalan Samanhudi dan Ford Fiesta BK 792 F milik Faris (20) warga Jalan Setia Budi Medan itu dipecah kaca depannya."
(www.tribunnews.com; 12 Agustus 2012; Judul: Geng Motor Medan Berulah Lagi).
"Aksi perampasan sepeda motor semakin marak. Sebelumnya motor Yamaha Vega BK 6599 AAR milik Kun Hernowo Putra dirampok geng motor di Jalan Cemara, Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan pada Minggu dini hari. Kali ini, motor Yamaha Mio BK 3133 ABP milik Sarintan Mika, warga Jalan Darmais, Kompleks Veteran, Desa Lau Dendang, Percut Sei Tuan, dirampas anggota geng motor di Jalan Pertahanan, Desa Lau Dendang, Percut Sei Tuan, sekitar pukul 03.00 WIB, Senin (10/9/2012)."
(www.regional.kompas.com; 10 September 2012; Judul: Lagi, Geng Motor Medan Rampas Motor Warga).
"RDT, demikian inisial remaja 17 tahun yang ditangkap polisi kemarin (21/10) sore di Jl. Cik Di Tiro, Medan... Tapi siapa sangka, anak polisi ini sudah buron 2 bulan karena dianggap sebagai pentolan geng motor yang kerap berbuat rusuh. Tapi, penangkapan pentolan geng motor di Kota Medan itu ternyata tak membuat aksi geng motor. Seperti yang dialami David (22) warga Jl. Young Panah Hijau, Kec. Medan Labuhan, Minggu (21/10). Supra X 125 R berplat BK 6515 AAV yang dikendarainya, dirampas 6 anggota geng motor di Jl. Asrama, di depan Kantor Pajak."
(www.posmetro-medan.com; 24 Oktober 2012; Judul: Geng Motor Bersamurai Beraksi di Helvetia).

Beberapa cuplikan berita di atas diambil dari kumpulan artikel di internet yang menggambarkan tentang aksi premanisme dan kebrutalan geng motor di kota Medan yang hingga kini masih marak terjadi. Tulisan saya kali ini akan mencoba menganalisa perilaku sekumpulan pemuda yang berkedok sebagai anggota geng motor, dari perspektif pribadi.

Masih ingat jelas di ingatan saya dan mungkin juga Anda, bagaimana aksi brutal para preman bermotor di kota Bandung dan sekitarnya beberapa tahun lalu. Disusul kemudian aksi serupa terjadi di ibu kota negara. Tak disangka, kota Medan pun tertular virus tren geng motor yang kini menjadi wabah atau epidemi. Ironisnya, para pelakunya didominasi oleh para pemuda atau remaja yang harusnya menjadi ikon atau penggerak menuju perubahan yang konstruktif.

Para remaja yang tergabung dalam geng motor mayoritas masih duduk di bangku sekolah atau mahasiswa tingkat awal. Menurut saya, hal ini sangat wajar karena rentang usia remaja adalah usia di saat mereka berusaha untuk menemukan jati diri, dan secara psikologis dituntut untuk menjadi lebih ekspresif atau eksis. Remaja—khususnya lelaki—yang pada rentang usia tersebut 'tidak berhasil' untuk masuk ke dalam lingkaran komunitas yang mereka anggap top, keren, dan/atau memiliki nilai 'lebih', akan dikucilkan dan bahkan dicap sebagai pecundang atau pengecut; Mereka masuk kategori kutu buku atau 'anak mama' dan terancam dikucilkan dari pergaulan remaja seusianya.

Hanya ada dua pilihan bagi remaja saat ini: Bergabung ke dalam suatu komunitas untuk mendapat pengakuan (eksistensi), atau terpaksa dikucilkan. Saya yakin, hanya remaja abnormal yang memilih opsi kedua. Opsi pertama adalah pilihan 'aman', namun kata 'aman' disini adalah relatif. Apalagi bagi remaja, terkadang penafsiran suatu kata menjadi bias. Aman di satu sisi, belum berarti aman di sisi lain. Aman saat ini belum tentu tak ada konsekuensi di masa depan.

Jadi, apakah geng motor adalah sebuah aksi untuk membuktikan eksistensi, atau sebuah reaksi atas kebobrokan dan pergeseran nilai sosial dan nilai budaya yang terjadi di masyarakat—khususnya pemuda—kita?

Geng Motor dan Klub/Komunitas Motor


Satu hal yang perlu dipahami oleh masyarakat awam dan jurnalis adalah harus adanya pembedaan opini antara geng motor dengan klub/komunitas motor.
Kata 'Geng' dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti:
1.  kelompok remaja (yang terkenal karena kesamaan latar belakang sosial, sekolah, daerah, dan sebagainya);
2. 
gerombolan.
Kata 'Klub' dalam KBBI berarti:
1.  perkumpulan orang-orang yang mengadakan persekutuan untuk maksud tertentu;
2.  gedung tempat perkumpulan anggota suatu pertemuan.
Sedangkan kata 'Komunitas' diartikan dalam KBBI sebagai kelompok organisme (orang, dan sebagainya) yang hidup dan saling berinteraksi di dalam daerah tertentu; masyarakat; paguyuban.

Dari definisi menurut KBBI, secara tersirat maupun tersurat bisa dilihat perbedaan konotasi antara geng motor dengan klub/komunitas motor. Geng adalah sekelompok remaja atau gerombolan. Gerombolan sendiri—masih dalam KBBI—diartikan sebagai kelompok atau kawanan pengacau (perusuh, dan sebagainya). Apa yang Anda bayangkan saat mendengar kata Gerombolan Remaja? Penggunaan kata Gerombolan jelas berkonotasi negatif apalagi ditambah dengan Remaja yang emosinya masih relatif berkesan labil. Bandingkan dengan klub yang merupakan perkumpulan Orang (berkesan dewasa).

Klub/komunitas motor biasanya identik dengan atribut atau aksesoris tertentu. Biasanya mereka dipersatukan oleh kesamaan merk, jenis atau spesifikasi motor. Ada alasan kenapa mereka menggunakan label atau nama klub/komunitas, bukannya geng. Salah satunya adalah alasan konotatif atau perspektif seperti yang saya kemukakan di atas. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan bahwa klub/komunitas motor dalam perkembangannya bisa berubah atau berperilaku negatif seperti geng motor. Saat konvoi di jalanan, anggota klub/komunitas motor cenderung ugal-ugalan, tidak menghargai pemakai jalan lain, kebut-kebutan, menggeber-geber gas, atau tidak mengenakan atribut pendukung keamanan (safety gear). Faktor inilah yang kemudian menimbulkan stigma dalam masyarakat bahwa sekumpulan orang yang mengendarai sepeda motor dengan ciri-ciri di atas adalah geng motor.

Di klub motor tempat saya bernaung, Ninja Owners Club (NOC) Medan, mewajibkan setiap anggotanya untuk selalu menerapkan safety riding (aman berkendara) dan safety gear (perlengkapan aman). Hal ini sesuai dengan misi dari Ninja Owners Club Indonesia yaitu memberikan edukasi, informasi, serta manfaat yang berguna mengenai motor Kawasaki Ninja, serta safety riding bagi setiap anggotanya. Penerapan safety riding di NOC Medan dalam prakteknya berupa menaati rambu-rambu dan peraturan lalu lintas, tidak ugal-ugalan di jalanan, dan menghargai pemakai jalan lain. Sedangkan penerapan safety gear seperti pemakaian helm, jaket, celana panjang, sepatu, dan sarung tangan bukan hanya sekedar kewajiban sebagai anggota NOC Medan, namun telah menjadi kesadaran moral setiap individu. Artinya, penerapan standar keamanan dan kenyamanan berkendara bukanlah sebuah beban atau sekedar menunaikan kewajiban sebagai anggota klub motor, melainkan panggilan diri dan kesadaran nurani untuk menjaga keselamatan dan kenyamanan diri dan orang lain.

Kegiatan NOC Medan juga sengaja disusun untuk memberikan edukasi dan sarana hiburan bagi para anggotanya. Selain kopdar rutin, NOC Medan juga menggelar wisata kuliner di seputaran kota Medan setiap selesai kopdar. Untuk memuaskan keinginan para anggota yang menyukai tantangan, NOC Medan juga menggelar kegiatan touring wisata; sedangkan bagi penggila kecepatan, NOC Medan menggelar latihan balap di sirkuit Ikatan Motor Indonesia (IMI). Selain itu, NOC Medan juga memberikan kejutan dan perayaan sederhana kepada setiap anggotanya yang berulang tahun.

Dalam hal rekrutmen anggota baru pun, NOC Medan menerapkan syarat-syarat khusus seperti calon anggota harus telah berusia 18 tahun dan memiliki SIM-C yang sah dan masih berlaku. Namun demikian, NOC Medan tetap menyambut hangat calon anggota, sahabat, atau partisipan yang ingin bergabung meski belum memenuhi persyaratan dari segi usia. Calon anggota/partisipan ini tetap dipersilakan untuk mengikuti semua agenda kegiatan klub dan memberikan suaranya dalam diskusi, namun tidak diberikan wewenang untuk mengatur atau mengambil keputusan. Selama proses kebersamaan ini, diharapkan para anggota NOC Medan mampu memberikan teladan dan pembelajaran mengenai safety riding dan etika berkendara di jalanan kepada calon anggota/partisipan. Ini adalah faktor kecil tindakan preventif terhadap geng motor.

NINJA OWNERS CLUB (NOC) MEDAN
Hubungan para anggota NOC MEDAN lebih dari sekedar persahabatan, kami bagaikan sebuah keluarga



Perkembangan Teknologi dalam Pergeseran Nilai Sosial dan Budaya


Seperti yang kita ketahui, mayoritas anggota geng motor berusia remaja, rentang usia dimana kebutuhan ego (self-esteem) dan kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization) menjadi sangat dominan. Lingkungan para remaja di saat ini menjadi pilar utama penentuan karakter dan kepribadian mereka di masa depan. Di era globalisasi, lingkungan remaja didominasi oleh lingkungan maya yang tercipta melalui perkembangan teknologi dan informasi. Nilai-nilai parental (asuhan orang tua) telah jauh bergeser. Bahkan, orang tua kita pun menjadi korban 'keganasan' invasi teknologi dan budaya barat.

Pesatnya perkembangan teknologi informasi turut berperan membawa budaya barat (western culture) dan pop culture ke negeri ini. Akibatnya, orang tua dan remaja menjadi lebih toleran dalam menerima berbagai kebiasaan (baca: budaya) baru yang berasal dari negara barat. Ironisnya, media massa dan jurnalis mengesampingkan nilai-nilai jurnalistik dan nurani dengan turut menyiarkan dan menyampaikan berbagai tayangan dan berita yang berorientasi pada profit semata dan serba instan tanpa melalui kaidah filtrasi.

Orang tua terlalu sibuk dengan profesi atau urusan pribadi; guru dan dosen hanya mementingkan nilai-nilai akademis tanpa diimbangi dengan pilar nilai-nilai etika dan moral; teman-teman pergaulan mereka juga terjebak dalam situasi yang sama; televisi menayangkan program acara berisi kekerasan, seksualitas, dan gaya hidup westernisasi; remaja menjadi lebih akrab dengan telepon genggam dan gadget ketimbang dengan orang tua atau orang-orang terdekat; dunia maya menjanjikan lingkungan yang terkesan lebih nyaman ketimbang rumah, sekolah, atau kampus; remaja dengan nilai akademik tinggi merasa tidak cukup mendapat pengakuan (terlepas dari bagaimana mereka memperoleh nilai tinggi tersebut); remaja yang kemampuan akademiknya pas-pasan kesulitan mendapatkan apresiasi dan malah dilecehkan. Kebutuhan ego bertabrakan dengan sifat egoisme itu sendiri. Inikah pemicu lahirnya geng motor? Ataukah ada faktor pencetus lain, ekonomi misalnya?


Geng Motor, Sebuah Aksi atau Reaksi?


Tidak diragukan lagi, kebrutalan dan tindakan negatif geng motor adalah sebuah aksi. Namun, apakah aksi itu adalah murni karena pembuktian eksistensi dan tuntutan pengakuan, atau justru sebuah aksi negasi yang muncul sebagai reaksi atas pergeseran nilai-nilai budaya dan sosial di masyarakat kita?

Mari kita simak penuturan NT (21), eks geng motor, berikut:
"Pada awal berdirinya geng motor bukanlah kriminal. Malah digagas demi menolong teman. Pertemanan dan rasa solidaritas menjadi ciri khas... Di 2007, hanya ada 10 orang. Berhimpun karena tak tega melihat teman-temannya dipukuli orang lain sampai babak belur. Maka, bersatulah mereka, membentuk perkumpulan. Tak disangka perkumpulan mereka disorot positif banyak anak SMA dan mahasiswa. Tak beberapa lama kemudian, sudah tergabung dua ratusan anggota dari mahasiswa dan pelajar. Untuk menatapkan gerak, mereka lalu mengikarkan perkumpulan. Dan untuk pertama kali dan seterusnya mereka memakai sebutan Geng Motor. Kala itu cuma ada tiga geng, namanya SL, RNR dan Suku Tol-tol. "Memang, kita punya banyak kenalan, ramai kawan, dan disegani di jalanan... Memang kami akui, pernah anarkhi tapi itu sebatas antara kami geng, yang baku hantam, bukan orang lain."
(Harian Analisa; edisi Senin, 19 Nopember 2012; kolom Kota; halaman 10; Judul Artikel: Geng Motor, Melenceng dari Tujuan Awalnya).

Dari penuturan NT diatas, jelaslah bahwa geng motor di Kota Medan memang didirikan dengan niat yang tidak baik, meskipun mereka mengelak dengan menyebut bahwa awal mula lahirnya geng motor adalah karena rasa solidaritas antar teman. Kedok solidaritas ini kemudian menumbuhkan rasa egoisme kelompok dan kontradiksi yang kemudian menjurus ke anarki berupa penyerangan terhadap kelompok/geng motor lain, kemudian bergeser menjadi anarkisme dan vandalisme.

Namun demikian, tren geng motor juga dimanfaatkan oleh para perampok dan kriminal yang memang sengaja memanfaatkan momentum. Para perampok berkedok sebagai geng motor melakukan aksinya di jalanan kota Medan. Masyarakat awam yang sudah terlanjur terkena doktrin menganggap perampokan juga dilakukan oleh geng motor yang notebene merupakan bentuk kenakalan remaja. Terjadi miss-judgement antara perampok/kriminal sungguhan dengan geng motor.


Solusi Atasi Geng Motor


Baiklah, jika memang geng motor adalah salah satu bentuk kenakalan remaja, maka tak ada obat yang paling efektif selain perhatian dan kasih sayang dari orang-orang terdekat mereka dan para pendidik di dunia pendidikan. Namun demikian, diharapkan para jurnalis dan lakon media massa juga turut mengurangi dampak kenakalan remaja secara tidak langsung dengan membatasi acara yang berbau kekerasan dan pornografi, serta gaya hidup glamour yang sebenarnya hanya dirasakan oleh segelintir orang di negeri ini. Keluarga, teman-teman, maupun masyarakat saling bersinergi untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi para remaja. Para aparat hukum, khususnya kepolisian juga diharapkan mampu melaksanakan perannya sebagai pengayom dan pemberi rasa aman dengan program-program preventif maupun tindakan represif jika memang diperlukan. Demikian juga dengan klub/komunitas motor diharapkan mampu menjadi wadah positif bagi para pemuda untuk menyalurkan bakat dan minatnya di bidang otomotif, free style, atau balap.

Namun jika geng motor menerapkan hukum rimba di jalanan yang mengancam keselamatan atau nyawa para pengendara yang lain, maka menurut saya tak ada pilihan lain selain melakukan tindakan represif atau melawan balik. Hukum rimba juga diberlakukan terhadap geng motor, sebagaimana pepatah: Mata dibalas mata, nyawa dibalas nyawa. Semoga kita selalu bijak menyikapinya.


Opini mereka tentang geng motor:

"Suatu kumpulan anak-anak muda yang berlabel 'geng motor', yang mungkin identitas geng motor bagi sebagian anak muda dianggap kebanggaan, padahal dari nama 'Geng' itu aja udah negatif. Apalagi nih harus ada persyaratan, untuk bisa masuk geng motor harus bisa melakukan tindakan kekerasan, berarti dari awalnya aja udah harus jadi kriminal donk ya?! Kebanyakan peminat dari geng motor itu anak-anak muda yang gak punya kegiatan atau pengangguran, padahal untuk usia yang relatif masih muda ini masa-masanya produktif untuk menghasilkan sesuatu. Well, ini salah satu tugas pemerintah untuk dapat membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya atau memberikan ruang bagi anak-anak muda untuk menyalurkan bakatnya dengan cara yang positif, seperti balapan—biar gak ugal-ugalan di jalanan. So, geng motor itu perlu dibantu dan diarahkan menjadi pribadi mandiri, selain juga harus dilakukan tindakan tegas supaya gak terjadi lagi yang namanya kekerasan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain. Dan ini bukan cuma tugas polisi dan pemerintah aja, tapi semua lapisan masyarakat juga harus membantu untuk memberikan dukungan dalam masalah geng motor ini."
(Epi Friezta Dewi Hasibuan, karyawati swasta).
"Menurut gue, geng motor itu awalnya kumpulan para geng preman yang kebanyakan memakai sepeda motor yang rata-rata anggotanya masih muda belia. Nah, geng ini saling bermusuhan dan memperebutkan teritori dan kuasa dengan geng lainnya. Nah, yang ini saya rasa masih bisa dibina dan dibimbing ke jalan yang benar. Belakangan bermunculan kumpulan berkedok geng motor yang tujuannya hanya merusuh dan kriminalitas, seperti merampok rampas, curi, dan menganiaya masyarakat umum; yang ini saya rasa percuma dibina dan dibimbing, dan anggotanya juga kebanyakan orang dewasa, tentunya punya otak untuk berpikir mana yang baik dan buruk, sekalipun tak pernah sekolah. Nah, yang tipe ini saya rasa sudah gak ketolong lagi. Satu-satunya cara untuk tipe ini kalo gak dibikin jera atau di-sel-kan, ya paling dimusnahkan saja. Itu opini gue."
(Bro Steven, Asisten Sekretaris Bidang Media Ninja Owners Club Medan).
"Salam bikers! Aku mewakili dari Biker's Boy Medan juga sangat kecewa dengan aksi-aksi yang telah terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia, terutama di kota Medan, tentang kekerasan, keributan, dan kerusuhan, yang dilakukan sekelompok orang yang pada saat melakukan aksinya, mengendarai sepeda motor. Dan saya pribadi ingin mengajak rekan-rekan semua atau kelompok: mari kita isi kemerdekaan bangsa ini—sebagai bangsa yang merdeka—dengan hal-hal yang positif, baik dalam segala hal, terutama dalam berkendara di jalan raya yang milik semua orang, saling menjaga. Toh, ujung-ujungnya kita juga yang menikmatinya. Sekarang waktunya gerakan perubahan, Bro! Terima kasih."
(Bro Prio, anggota Biker's Boy Medan).
"Setiap komunitas, LSM, dan organisasi lainnya harus bersatu dan aktif agar bisa mewadahi mereka—bisa membaur ke masyarakat—ataupun membentuk suatu lembaga yang independen, khusus untuk memberantas geng motor."
(Bro Vicky, anggota Ninja Owners Club Dumai).


"Yang pasti sudah sangat meresahkan dan perlu adanya tindakan tegas dari pihak kepolisian. Imbasnya ya kita, semenjak adanya geng motor, citra klub/komunitas yang ada di Medan—seperti kita ini—jadi jelek di mata masyarakat. Kita kemana-mana safety riding, eh kok malah dianggap geng motor oleh masyarakat, dan itu yang perlu diluruskan. Terima kasih."
(Bro Hendra, Sekjen Djarum Black Motor Community Medan).
========================================================

Say F*cking No to Geng Motor!

Cecen Core

ARISANDY JOAN HARDIPUTRA, S.E. / CECEN CORE

Komentar

  1. Ulasan mantap, dan komprehensif nih.
    Saya juga berdoa, semoga anak-anak muda (dan generasi penerus) bisa membawa perkumpulannya menjadi sarana perubahan ke arah yang lebih baik :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin!
      Diperlukan kesadaran moral untuk tidak terbawa aksi geng motor, khususnya rekan-rekan anggota klub/komunitas motor.

      Hapus
  2. Bagus artikelnya gan .. :D

    Kunjungi http://www.meltworm.blogspot.com

    BalasHapus
  3. Geng motor di medan sangat meresahkan,apalagi OKP yg kasar kayak preman. Orang medan udah taulah penyakit geng motor dan OKP di medan. Saya udah puluhan tahun tinggal di medan sudah muak lihat aksi preman di medan. Saya rencananya mau pindah ke pematang siantar atau daerah toba. Saya kurang nyaman dengan lingkungan medan yg keras dan banyak premannya. Masalahnya hukum di indonesia ini tidak menjamin orang yg membela diri dari preman dan premannya mati,bisa lepas dari hukum. Jadi saya pilih menghindar ke wilayah lain yg sedikit premannya. Hidup di dunia sebentar kawan,saya lebih pilih menghindar dari wilayah preman.

    BalasHapus
    Balasan
    1. I feel you, Sob! Medan memang kota besar yang 'dikuasai' preman. Semoga aja ke depan, Medan jadi lebih aman & nyaman ditinggali ya... Saya sendiri masih punya rencana tinggal di Medan.

      Hapus

Posting Komentar

Setiap bentuk penyalinan (copying) blog ini harus menyertakan link/URL asli dari Blog CECEN CORE.

Postingan populer dari blog ini

Hours: Film Terakhir Paul Walker yang Menginspirasi Ayah; Sebuah Resensi

Cerita Liburan Long Weekend di Kota Bandung Bersama Keluarga

Pengalaman Liburan ke Ancol dan Menginap di Discovery Hotel and Convention